Istilah “batu penjuru dunia” tidak secara langsung disebutkan dalam Alkitab, tetapi ada beberapa referensi yang serupa dan memiliki makna yang terkait dengan konsep tersebut.

Salah satu referensi terkait adalah dalam Kitab Mazmur 118:22, di mana disebutkan: “Batu yang dibuang oleh pembangun telah menjadi batu penjuru”. Ayat ini kemudian dikutip dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Injil Matius 21:42, Markus 12:10, dan Lukas 20:17.

Penjuru atau batu sudut yang ditolak oleh pembangun sebenarnya sangat penting dan vital dalam keberlangsungan sebuah bangunan. Meskipun awalnya diabaikan atau ditolak oleh pembangun, batu tersebut ternyata memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas dan kekuatan struktur bangunan.


Dalam konteks spiritual dan keagamaan, konsep “batu penjuru yang ditolak oleh pembangun” mengajarkan bahwa Yesus Kristus, yang sering kali diabaikan atau ditolak oleh orang-orang pada zamannya, sebenarnya sangat penting dan vital dalam kehidupan orang percaya dan gereja sebagai bangunan Allah. Sebagai dasar dan penopang, Kristus memberikan kekuatan dan kestabilan bagi kehidupan orang percaya, dan juga menjaga keutuhan dan kelangsungan gereja sebagai lembaga.

Dalam konteks kehidupan kita sehari-hari, konsep ini mengajarkan pentingnya memberikan kesempatan dan ruang bagi hal-hal yang baru dan berbeda, meskipun awalnya kita mungkin meremehkan atau menolaknya. Hal-hal yang tampaknya kecil atau diabaikan pada awalnya, ternyata bisa menjadi sangat penting dan berharga dalam jangka panjang. Oleh karena itu, kita harus membuka pikiran dan hati kita terhadap kemungkinan-kemungkinan baru dan tidak cepat menilai dan menolak tanpa memberikan kesempatan bagi hal-hal yang berbeda..
Jadi, dalam konteks agama Kristen, batu penjuru dunia merujuk pada Yesus Kristus sebagai dasar dan penopang yang penting bagi orang percaya dan gereja sebagai bangunan Allah.

Sebagai Dasar dan Penopang
Sebagai dasar, Yesus Kristus dianggap sebagai fondasi atau landasan yang kuat dan kokoh bagi gereja dan orang percaya. Sebagaimana seorang arsitek membangun sebuah bangunan di atas pondasi yang kuat agar bangunan itu dapat bertahan lama dan kokoh, demikian pula gereja dibangun di atas dasar yang kokoh yaitu Kristus.

Sebagai penopang, Yesus Kristus dianggap sebagai elemen yang penting dalam mempertahankan keutuhan gereja dan orang percaya. Seperti sebuah tiang penyangga yang menopang atap sebuah bangunan, demikian pula Kristus menopang dan menjaga agar gereja dan orang percaya tidak terhuyung-huyung atau roboh dalam iman mereka.

Dengan demikian, sebagai dasar dan penopang, Yesus Kristus merupakan elemen yang sangat penting dalam kehidupan orang percaya dan dalam keberlangsungan gereja sebagai suatu lembaga.

Konsep “batu penjuru yang ditolak oleh tukang” yang penting meskipun awalnya ditolak atau diabaikan oleh tukang, dapat diterapkan dalam berbagai konteks kehidupan.

Sebagai contoh, dalam konteks bisnis, seseorang mungkin memiliki ide atau gagasan yang awalnya ditolak oleh rekan bisnis atau investor. Namun, ide tersebut kemudian ternyata sangat penting dan berdampak besar pada kesuksesan bisnis tersebut.

Dalam konteks sosial dan politik, suatu ide atau gerakan mungkin juga awalnya ditolak atau diabaikan oleh masyarakat atau pemerintah, tetapi kemudian ternyata sangat penting untuk perubahan yang lebih baik. Contohnya, gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat, yang awalnya ditolak dan diabaikan oleh sebagian besar masyarakat dan pemerintah, namun kemudian menjadi gerakan penting dalam memperjuangkan kesetaraan hak bagi semua orang.

Dalam konteks pribadi, seseorang mungkin mengalami kegagalan atau penolakan dalam hidupnya, tetapi dari pengalaman tersebut ia belajar dan berkembang menjadi pribadi yang lebih kuat dan mandiri.

Dalam semua konteks ini, konsep “batu penjuru yang ditolak oleh tukang” mengajarkan bahwa meskipun awalnya diabaikan atau ditolak, suatu ide atau gagasan atau bahkan individu dapat sangat penting dan berharga dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penting untuk membuka pikiran dan hati kita terhadap kemungkinan-kemungkinan baru, dan tidak cepat menilai dan menolak tanpa memberikan kesempatan dan ruang bagi hal-hal yang baru dan berbeda.