Absalom adalah anak ketiga dari Daud, raja Israel yang sangat disayangi oleh ayahnya. Absalom adalah sosok yang tampan dan pandai berbicara sehingga dia sangat disukai oleh banyak orang, termasuk rakyat Israel yang merasa kesal dengan pemerintahan Daud. Absalom memanfaatkan kesempatan ini untuk merencanakan pemberontakan terhadap ayahnya sendiri. Suatu hari, Absalom berbicara dengan beberapa orang di Yerusalem dan mengeluh tentang ketidakadilan yang dilakukan oleh raja.

Dia mengatakan bahwa jika dia menjadi raja, ia akan memberikan keadilan kepada semua orang, termasuk yang miskin dan lemah. Kata-katanya ini berhasil merayu hati orang banyak dan memicu dukungan untuk pemberontakan. Absalom kemudian melarikan diri dari Yerusalem dan menetap di kota Hebron, yang merupakan tempat kelahirannya. Di sana, ia mempersiapkan tentara dan merencanakan serangan ke ibukota. Daud sangat sedih ketika mengetahui rencana pemberontakan yang dilakukan oleh anaknya sendiri. Dia merasa sakit hati dan terkejut bahwa anaknya yang disayangi dapat berlaku sedemikian kejam terhadap dirinya.

Daud mengumpulkan tentaranya dan meminta bantuan dari orang-orang setia kepadanya untuk menghadapi pemberontakan Absalom. Ayah dan anak ini pun bertarung dalam sebuah pertempuran yang sangat sengit di hutan Efraim. Tentara Daud berhasil memenangkan pertempuran tersebut dan Absalom tewas dalam pertempuran. Daud sangat sedih ketika mengetahui kematian anaknya dan berkata, “Ya, anakku Absalom, sekiranya aku mati sebagai gantinya!” (2 Samuel 18:33). Walaupun Daud berhasil mengalahkan pemberontakan Absalom, dia tetap merasakan kesedihan yang mendalam karena kehilangan anak kesayangannya. Dia menyadari bahwa sebagai seorang ayah, dia harus lebih memperhatikan anak-anaknya dan tidak membiarkan kesibukannya sebagai raja menghalangi hubungan yang baik dengan keluarganya.

Kisah antara Daud dan Absalom menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai seperti keadilan, kepercayaan, dan kasih sayang dalam hubungan keluarga. Ayat pendukung dari kisah ini adalah “Sekalipun seorang ayah atau ibu meninggalkan aku, maka TUHAN akan mengambil aku kepada-Nya” (Mazmur 27:10). Ayat ini mengajarkan bahwa meskipun manusia bisa terkadang mengalami kekecewaan dari orang tua atau keluarga, namun kita tidak akan pernah kehilangan kasih sayang dan perlindungan Allah yang selalu ada dan siap membimbing kita dalam hidup ini.